Diposting pada: 26 October 2025
Ratusan warga Desa Rendu, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo yang menjadi lokasi pembangunan bendungan Mbay atau Waduk Lambo sudah menunggu kedatangan Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakabuming Raka sejak Selasa, 6 Mei 2025 pagi.
Mereka menunggu di depan pintu masuk menuju areal bendungan bahkan ada yang rela merusak pagar halaman rumah milik warga yang berbatasan dengan jalan masuk kedalam bendungan agar bisa melihat dari dekat Wapres Gibran.
Ada sebagian warga Rendu yang merupakan warga terdampak pembangunan bendungan Mbay atau lebih dikenal dengan Waduk Lambo mengingingkan adanya ruang dialog antara mereka dan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming pada kesempatan emas tersebut.
Mereka ingin menyampaikan keluh kesah mereka berkaitan dengan proses ganti untung yang sebagian besar belum serta dugaan praktik-praktik calo dan ketidakadilan yang mereka rasakan selama ini.
Ratusan warga Desa Rendu bahkan tidak diijinkan masuk ke areal bendungan atau tenda utama. Mereka hanya diijinkan menunggu Gibran di jalan masuk menuju bendungan dan hanya diberikan kesempatan untuk bersalaman dengan orang nomor dua di Indonesia itu setelah kegiatan peninjauan.
Adiyanto, salah satu tokoh muda Desa Rendu menyampaikan rasa kekecewaannya karena tidak ada ruang dialog antara Wapres Gibran dan warga terdampak pembangunan bendungan Mbay
"Yang paling dirindukan masyarakat Rendu pada saat momen kedatangan Wapres Gibran itu adalah Pemda dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati memfasilitasi untuk membuka dialog bersama masyarakat, karena kebetulan yang datang ini pemimpin bangsa ini, pengambil kebijakan yang datang langsung, dia harusnya mendengar secara langsung aspirasi masyarakat salah satunya itu hak-hak masyarakat yang belum terbayar, PR di Penlok 1, termasuk masalah tanah ulayat yang hari ini sedang disengketakan," tegas Adiyanto atau yang akrab disapa Ralan.
Menurut Ralan, kurang lebih 60-70 bidang lahan di Desa Rendu yang terdampak pembangunan bendungan belum dibayar hingga saat ini. Namun, pengukuran penlok 2 sudah dilakukan.
"Itu yang menjadi pertanyaan masyarakat yang hari ini mereka harus salurkan aspirasi itu lewat siapa, sementara masyarakat terdampak ini menagih terus, kalau ada kesalahan berkas dan lain sebagainya diharapkan segera lalukan konfirmasi ke warga yang bersangkutan sehingga diperbaiki secepatnya," ujar Ralan.
Ia juga menyebut, berkas kepemilikan lahan milik ayahnya Mateus Wui sebanyak 3 buah bidang tanah seluas kurang lebih lima hektar yang juga terkena dampak pembangunan bendungan Mbay sudah diurus sejak dua tahun lalu namun hingga saat kedatangan Wapres Gibran belum juga dibayarkan ganti untung lahan.
Dia bahkan mengungkapkan, rumah serta beberapa tanaman di salah satu lahan milik ayahnya tidak dihitung sebagai biaya ganti untung.
"Kalau di Malakoma itu dalam data saya itu kurang lebih ada 21 rumah yang tidak masuk dalam daftar ganti untung atau yang tidak dihitung," ungkap Ralan.
Ralan bahkan mengungkapkan, ada beberapa masyarakat Rendu yang mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum-oknum calo yang tidak bertanggung jawab untuk membantu proses pencaiaran biaya ganti untung lahan.